Friday, April 25, 2008

Cerita soal Aie Bangih di Padang Ekspres

Saya menggabiskan masa kanak-kanak di Aie Bangih, maka pas nemu tulisan ini saya jadi rindu sekali melihat Aie Bangih lagi... Main-main ke Tugu, berenang di sepanjang pantai (asal jangan kena kotoran manusia aja) dan berdayung sepanjang muara, atau juga memancing di dermaga pelabuhan...

PADANG EKSPRES

Bertaruh Nyawa di Atas Hantaman Gelombang, Pulau Perawan nan Mahal
Minggu, 13 April 2008
Sample ImageKabupaten Pasaman Barat, salah satu kabupaten di Sumbar, menyimpan banyak kekayaan alam. Tidak hanya sumber tambang, tetapi juga sumber daya alam yang indah dan dapat dijadikan objek wisata bahari unggulan. Di Pasaman, ada sebuah pulau perawan. Pulau Panjang, begitu masyarakat menyebutnya. Transportasi yang minim menjadikan pulau ini objek wisata mahal untuk dikunjungi. Memang tidak mudah untuk sampai ke pulau tersebut. Satu-satunya transportasi

ke pulau berpenduduk 1200 jiwa itu hanyalah perahu motor atau speadboad. Setengah jam, kita harus bertaruh nyawa dengan gelombang laut besar menuju pulau dengan luas 220 hektar tersebut. Dapat dipastikan, objek pulau ini belum dikunjungi banyak orang, kecuali penduduk di sana. Pulau ini tercatat, satu-satunya pulau berpenghuni di Pasaman Barat.

Pulau ini cocok dikunjungi bagi petualang sejati. Berangkat menggunakan Speedboad dari pelabuhan Air Bangis, cukup membuat hati berdebar-debar tidak karuan. Meskipun cuaca tidak terlalu buruk, ombak tetap tinggi menghantam perahu yang ditumpangi. Begitulah keseharian masyarakat Pulau Panjang menjalani kehidupan menuju pulau itu. Masyarakat Pulau Panjang biasanya belanja kebutuhan sehari-hari ke Pasar Air Bangis dengan ongkos Rp 6.000 pulang pergi. Sebagian besar penduduk pulau bekerja sebagai nelayan dan berdagang kecil-kecilan.

Sample ImageWarga dan anak sekolah saat sampai di Pulau Panjang setelah menyeberang dari Air Bangis menggunakan perahu.JPG

Tidak hanya transportasi, tetapi sarana dan prasana di pulau tersebut amat minim, sehingga kebanyakan anak pulau bersekolah ke Air Bangis. Menurut Wali Jorong Pulau Panjang, Ilman Tanjung, 90 persen warga pulau miskin, karena mereka hanyalah nelayan dan pedagang kecil. Pulau ini memiliki keindahan alam yang luar biasa. Pemandangan laut yang haru biru, serta hutan yang masih terjaga. Bahkan budidaya rumput laut berpotensi dikembangkan lantaran kondisi laut yang memungkinkan. Namun sayangnya, masyarakat pulau belum mendapatkan pengetahuan tentang hal itu.

Masyarakat ini membutuhkan pembinaan, begitupun keindahan alam di sana. Butuh sentuhan agar dapat dijadikan wisata unggulan di Pasaman Barat dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pulau Panjang. Masyarakat ini meminta pemerintah membangun posko jaga untuk memantau gangguan dari pihak luar. Selain itu, dalam waktu dekat Pemkab Pasbar akan membangun pelabuhan Teluk Tapang yang akan dapat menghidupkan ekonomi di Pulau Panjang.(altas maulana)

Sunday, April 06, 2008

Harga-harga yang Mencekik Leher

Tadi pagi, istri mengeluh. Satu bungkusan kecil yang ia beli dari pedagang sayuran keliling harus ditebus dengan 25 ribu. Padahal biasanya hanya 10 ribuan. Bawang merah yang biasanya bisa beli seribu, sekarang paling sedikit harus membeli seharga 4 ribu. Ada apa di negara ini, sehingga harga-harga seperti tak terkendali?

Dulu saat kecil, aku sering diceritakan ibu tentang masa darurat. Katanya saat itu semua mahal dan langka. Baju pun harus pakai karung goni. Sembako antre, saat itu semua hanya di angan-angan, sepertinya tidak akan pernah terjadi lagi. Tapi kemudian, suasana itu justru menjadi hal biasa sekarang. Antre dimana-mana, bahkan sampai harus ada kartu kendali segala. Ironisnya, antrean itu buat membeli, bukan gratisan... Sudah harga mahal, antre pula. Kloplah sudah keterpurukan bangsa ini.

Bagi sebagian orang mungkin biasa. Tapi, bagi kami yang duitnya pas-pasan sangat memberatkan. Budget bulanan tak pernah sesuai perkiraan. Selalu harus ada hutang... Sebuah yang tak pernah aku alami sebelumnya. Mungkin juga karena sekarang aku hidup di Jakarta yang memang situasinya begitu, tapi seharusnya Jakarta lebih baik dibanding daerah. Karena daerah tentu mengalami yang lebih parah lagi.

Di kampungku PAsaman Barat sana, semua barang harganya lebih mahal karena semua harus dibawa dari Padang, saat harga Aqua galon di kota masih 8 ribu, orangtuaku di Silaping sana sudah harus membelinya 15 ribu. Lalu bagaimana sekarang setelah harga-harga di kota pada naik? Orang-orang di kampung tentu akan mendapatkan efek yang dahsyat.

Di Kompas beberapa hari lalu, ada artikel yang kalimatnya dimulai dengan pertanyaan APA KERJA Pemimpin bangsa ini? Mau ngurus lagu atau sembako? Mau nonton film Ayat-ayat CInta atau ngurus warga miskin.

Siapa yang harus disalahkan kalau ini semua ternyata fenomena global. Disini, tahapan Pemilu sudah mulai kemarin. Pemimpin kita tentu akan sibuk ngurus partai, bukan ngurus rakyat lagi. Minimal sampai pemilu tahun depan. Lalu rakyat mau apa? Apa hanya dimanfaatkan kalau mau kampanye saja?

Alamak, makin pusing kepala kalau memikirkan ini. Seharusnya kita menikmati hidup, bukan memikirkan karena sudah banyak pejabat yang digaji untuk memikirkannya. Tapi apa mereka memang mau memikirkannya? Lha, pembalakan kayu di Kalbar aja yang terlibat justru pejabat-pejabat. Lalu siapa yang bisa nangkap koruptor kalau semua ikut korupsi?

Udahlah, bagusan kita pindah negara aja yuk, tapi negara mana yang mau nampung warga Indonesia? He he he...