Tuesday, June 10, 2008

Indonesia adalah Negara Asia Pertama di Piala Dunia?

Diakui atau tidak, Indonesia adalah negara Asia pertama yang berlaga di ajang Piala Dunia, tepatnya Piala Dunia 1938 di Prancis.

Meski saat itu belum merdeka, Indonesia mengusung nama Nederlandsche Indiesche atau Netherland East Indies atau Hindia Belanda.

Panasnya keadaan di Eropa dan sulitnya transportasi ke Prancis secara tak langsung memberikan keuntungan. Jepang menolak hadir dan memberikan kesempatan bagi Hindia Belanda untuk tampil mewakili zona Asia di kualifikasi grup 12. Lalu Amerika Serikat yang jadi lawan berikutnya menyerah tanpa bertanding.

Jadilah anak-anak Melayu ini melenggang ke Prancis.
Pengiriman kesebelasan Hindia Belanda bukannya tanpa hambatan. NIVU (Nederlandsche Indische Voetbal Unie) atau organisasi sepak bola Belanda di Jakarta bersitegang dengan PSSI yang telah berdiri April 1930. PSSI yang diketuai Soeratin Sosrosoegondo, insinyur lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa, ingin pemain mereka yang dikirimkan.

Namun, akhirnya kesebelasan dikirimkan tanpa mengikutsertakan pemain PSSI dan menggunakan bendera NIVU yang diakui FIFA.

Ditangani pelatih Johannes Mastenbroek, pemain kesebelasan Hindia Belanda adalah mereka yang bekerja di perusahaan-perusahaan Belanda.

Tercatat nama Bing Mo Heng (kiper), Herman Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermandji, Anwar Sutan, dan kiri luar Nawir yang juga bertindak sebagai kapten.

Pada babak penyisihan, Hindia Belanda langsung menghadapi tim tangguh, Hungaria, yang kemudian meraih posisi runner-up.

Tak banyak informasi yang didapatkan mengenai pertandingan di Stadion Velodrome Municipale, Reims, 5 Juni 1938, tersebut. Pada pertandingan yang disaksikan 9.000 penonton itu, Hindia Belanda tak mampu berbuat banyak dan terpaksa pulang lebih cepat setelah digilas 6-0.

Meski belum menggunakan bendera Merah-Putih, inilah satu-satunya penampilan tim Melayu di Piala Dunia, hingga sekarang! (Koran Tempo, 11 Mei 2006)

Belanda Hancurkan Juara Dunia Italia 3-0

Tuh kan? Belanda membuktikan diri lebih jago dibanding Juara Dunia Italia....Skornya 3-0 pulak... Kita tunggu Belanda di final ya?

Monday, June 09, 2008

Saatnya Menilai Televisi dengan "Rating" Kualitas

Saatnya Menilai Televisi dengan "Rating" Kualitas
KOMPAS, Minggu, 8 Juni 2008 | 00:46 WIB

DAHONO FITRIANTO & SUSI IVVATY

Prihatin terhadap sistem ”rating” kuantitatif sebagai patokan menilai program televisi, beberapa organisasi independen membuat metode survei lain, yakni menilai kualitas acara televisi. Hasil survei menunjukkan, program yang paling banyak ditonton bukanlah yang bermutu terbaik.

Survei bertitel Rating Publik ”Menuju Televisi yang Ramah Keluarga” ini dilakukan Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi (SET) didukung Yayasan TIFA, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), The Habibie Center, dan London School of Public Relations.

Koordinator survei Agus Sudibyo menegaskan, meski sama- sama menggunakan kata rating, metode ini bukan dimaksudkan untuk menandingi sistem yang diselenggarakan lembaga riset AGB Nielsen (yang menjadi patokan stasiun TV selama ini). ”Metodenya jauh berbeda,” ungkap Agus.

Survei rating publik ini dilakukan dengan menyebar kuesioner dan rekaman kepada 220 responden, masing-masing 20 responden di 11 kota, yakni Jakarta, Medan, Bandung, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Makassar, Denpasar, Batam, Pontianak, dan Palembang. Responden dipilih menggunakan metode sampel kuota dan dari kalangan pemerhati televisi di setiap kota.

”Respondennya harus orang- orang yang paham dan bisa menilai secara kritis program acara televisi. Jadi, tidak bisa dipilih secara acak dari para kalangan masyarakat umum. Riset ini tidak berpretensi menggambarkan penilaian seluruh penonton televisi,” papar Agus.

Untuk mencari responden yang sesuai dengan kriteria itu, mereka bekerja sama dengan lembaga independen pemerhati televisi di setiap kota, yakni Yayasan Kippas (Medan), LKi&KP (Batam), LPS-AIR (Pontianak), LKM (Surabaya), Silabika dan Pustaka Melayu (Palembang), YPMA KIDIA (Jakarta), LeSPI (Semarang), Jurusan Jurnalistik Fikom Unpad (Bandung), Pusat Studi Audience Program Studi Ilmu Komunikasi STPMD ”APMD” (Yogyakarta), Elsim (Makassar), dan IJTI Provinsi Bali (Denpasar).

Selain harus menjawab kuesioner, setiap responden juga harus menonton rekaman 15 acara TV, masing-masing lima acara untuk tiga kategori utama acara TV, yakni hiburan, bincang-bincang (talkshow), dan berita reguler. ”Kami kirimi setiap responden rekaman itu agar mereka bisa benar-benar menelaah isinya. Lima acara yang dipilih adalah acara yang memiliki rating tertinggi berdasar riset AGB Nielsen,” kata Agus.

Setelah mengolah data dari 191 responden yang mengembalikan kuesioner, terlihat bahwa mayoritas responden (41,9 persen) menilai program televisi di Indonesia secara umum masuk dalam kategori biasa-biasa saja. Hanya 27,2 persen yang berpendapat acara TV sudah baik, sementara 24,6 persen malah memandang isi TV kita masuk dalam kategori buruk.

Riset ini menerapkan enam kriteria penilaian kualitatif sebuah acara TV bisa dikatakan bermutu tinggi, yakni bisa menambah pengetahuan, bersifat pengawasan atau memberi peringatan, membangkitkan empati sosial, meningkatkan daya kritis, memberi model perilaku yang baik, dan menghibur.

”Kick Andy” terbaik

Berdasarkan jawaban dari responden, program Kick Andy yang dipandu host Andy Noya dinilai sebagai program terbaik dari semua program yang ada di televisi. Sebanyak 47,1 persen responden memilih program tersebut. Bandingkan dengan program ber-rating tertinggi versi AGB Nielsen, yakni sinetron Azizah.

Kick Andy juga dinilai sebagai program talkshow terbaik versi riset ini, sedangkan menurut AGB Nielsen, program Empat Mata adalah yang ber-rating tinggi. Namun, bukan berarti Empat Mata juga tidak disukai. Sebab, riset ini menunjukkan bahwa Empat Mata menempati urutan kelima setelah Kick Andy, Today’s Dialogue, Oprah Winfrey, dan Dorce Show.

Andy Noya mendukung riset mengenai rating publik ini karena memberi alternatif lain soal rating. Selama ini, AGB Nielsen menjadi semacam ”Tuhan”-nya untuk televisi dan periklanan sehingga seolah-olah menjadi satu-satunya kebenaran.

Kekuatan Kick Andy, menurut Andy, adalah pada tema dan content atau isi. Presenter hanyalah unsur kecil yang justru menjadi kelemahan. Itu karena Andy merasa tidak menarik di depan kamera, tidak ganteng, bergaya kaku, dan berambut kribo pula. ”Jadi saya tertolong oleh tim yang solid. Kick Andy ini kental dengan unsur jurnalisme. Kami mengandalkan jaringan yang dimiliki Metro TV, yakni reporter yang tersebar di banyak daerah. Merekalah yang banyak memberi informasi,” paparnya.

Kekuatan lain Kick Andy adalah, program ini mengasah kepekaan sosial dan selalu menyampaikan pesan moral. Misalnya soal tema kelamin ganda, kaki palsu, atau guruku pemulung. Topik yang diangkat berimbas sangat luas. Soal kaki palsu, misalnya, ternyata banyak sekali orang yang membutuhkan. Karena itu, muncullah gagasan untuk membuat kegiatan ”1.000 Kaki Gratis Kick Andy” dan sudah terkumpul dana Rp 1 miliar dari sponsor.

”Kelemahan Kick Andy selain pada host-nya juga unsur hiburannya. Kick Andy juga tidak interaktif, tidak bisa berdialog dengan penonton di rumah karena direkam,” terang Andy.

Ada beberapa program yang dinilai bagus oleh responden survei ini, dan juga di rating tinggi oleh AGB Nielsen. Namun, ada pula yang sangat jauh panggang dari api. Bagaimanapun, patokan ini patut menjadi alternatif.

Saturday, June 07, 2008

Euro, Jerman vs Belanda di Final

Final Euro, Jerman vs Belanda…

Euro sudah di depan mata, siapa yang juara? Apakah kembali menghasilkan kejutan seperti saat Yunani mencengangkan publik dunia?

Tahun ini banyak yang menjagokan Portugal, Jerman dan Italia. Kalau aku sendiri pilih Belanda. Finalnya akan menghadirkan Jerman lawan Belanda. Dan Belanda yang juara.

Portugal? Christiano Ronaldo terlalu sombong dan terlalu banyak masalahnya. Di MU bisalah dia segalanya, namun di timnas Portugal belum tentu kehebatannya keluar. Di MU dia punya kompatriot yang jagoan, di Timnas belum tentu padu dengan rekan-rekannya. Jadi, Portugal jangan berharap banyak lah dulu. Apalagi Ronaldo juga sangat sering seolah sombong dengan kehebatannya. Masih ingat kan waktu dia ke Aceh?

Italia, Juara Dunia ini turun dengan keyakinan penuh. Sayangnya terganjal kasus cideranya sang kapten Fabio Cannavaro. Dan setengah nafas Italia pun terbang. Antonio Cassano semula ingin mengulang sejarah pemain Italia yang mengkilap sebagai pemain yang semula tidak diharapkan, seperti Paulo Rossi dan beberapa lainnya. Tapi, kayaknya Cassano belum sehebat itu lah. Saingan Italia di Grup, Belanda dan Perancis bahkan bisa membuat juara dunia ini harus pulang lebih dulu.

Perancis, sepeninggal Zinedine Zidane, Perancis kehilangan roh. Frank Ribery yang muslim, semula diharapkan menjadi penerus tongkat estafet. Namun sampai saat ini, Ribery belum menunjukkan kelasnya yang sesungguhnya. Jika Ribery dalam kondisi fit, didukung Benzema dan Samir Nasri, bukan tak mungkin Perancis kembali terbang tinggi. Mereka juga mesti hati-hati agar tidak tergelincir oleh kuda hitam Rumania di pemanasan grup.

Jerman. Tim yang paling banyak dijagokan masuk final adalah Jerman. Wajar saja, tim diesel ini dikenal panasnya lambat dan jago turnamen. Kekuatannya merata, apalagi jika Ballack dalam kondisi on fire, habislah sudah lawan mana saja. Sayangnya, Jerman terlalu mengandalkan Lehhman di bawah mistar. Lehman sendiri jarang turun di kompetisi antarklub dan menjadi cadangan di Arsenal setelah Almunia menunjukkan taringnya. Para striker Jerman juga nampaknya tidak setajam dulu lagi. Miroslav Klose sudah terlalu lamban dan sudah dimengerti cara mainnya.

Tim semenjana yang patut diwaspadai sebenarnya adalah Kroasia, Polandia dan Ceko. Sayangnya Kroasia mesti kehilangan Eduardo da Silva yang cidera di Arsenal. Pemain-pemain asuhan Bilic ini tentu ingin menunjukkan dan memberikan kado terbaik bagi da Silva. Apalagi mereka sudah lama tidak melihat prestasi pasca era Boban, Suker dan kawan-kawan. Hal yang sama juga pada Ceko. Cideranya Rosicky membuat tim ini kekurangan amunisi. Untung ada Petr Chech di bawah mistar yang memberi setengah kekuatan tim. Darah muda dan lokomotif tak kenal lelah ala Cekko akan membuat lawan mereka kalang kabut.

Bagaimana dengan juara bertahan Yunani? Peluang mereka lolos dari penyisihan grup masih terbuka. Komposisi yang merata tanpa pemain bintang membuat tim ini hebat dan solid. Sebuah keharusan yang dimiliki tim, yakni kebersamaan ada pada mereka. Modal itu sangat berharga dan bisa memberi kejutan lagi pada tim lawan. Sesuatu hal yang juga dialami Polandia, negeri yang untuk pertama kalinya lolos ke final Euro walau di Piala Dunia sudah sering lolos. Polandia lolos dengan prestasi juara grup mengungguli Belanda, jika mereka konsisten seperti penampilan di penyisihan, bukan tak mungkin Polandia akan memberi warna baru.

Rusia, sejak ditangani pelatih bertangan dingin, tim ini tambah hebat. Menangnya Zenit di Piala UEFA tentu menambah mental anak-anak Rusia. Apalagi mereka lolos dengan sangat dramatis setelah sebelumnya dinyatakan 99 persen akan gagal jika Inggris bisa seri atau menang pada pertandingan terakhir lawan Kroasia. Sayangnya pada menit akhir pertandingan, Kroasia menambah gol ke gawang Inggris dan membuat negeri bola itu harus gigit jari. Rusia yang sebelumnya sudah pasrah menerima mukjizat dan lolos. Mereka tentu tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Sekali datang harus menang sekalian. Gaya permainan anak-anak Rusia sekarang dinamis sekali. Tapi untuk menang juara Euro, nanti dulu…. Buat Swiss, Austria, Turki dan tim lain, jangan anggap remeh juga. Peristiwa seperti kisah dinamit Denmark yang membuat sejarah sebagai juara dari tim yang tidak diperhitungkan bisa terulang….

Lalu siapa yang juara? Belanda ajalah… Karena sudah lama nih gak melihat Belanda sehebat sekarang sejak zamannya Gullit. Kalau Belanda yang menang, van Basten akan mencetak sejarah baru sebagai pemain dan pelatih yang sukses juara Euro. Kalau Belanda yang juara, kita yang di Indonesia bisa dong sedikit bangga dan sombong dengan mengatakan ada darah-darah Indonesia di timnas Belanda. Giovanni van Broncost dan Johny Heitinga adalah anak-anak perantau asal Indonesia yang merantau (lari atau dibuang) ke Belanda.

Selamat menonton ya….